KEBUDAYAAN SUKU BATAK ” ULOS ”
ULOS adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang
berbentuk selendang. Ulos dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring
masuknya alat tenun tangan dari India. Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter
dengan lebar 70 cm. Ulos melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama.
Awalnya ulos berfunsi untuk menghangtkan badan (sebagai selimut atau sebagai
selendang untuk menutupi tubuh dari udara dingin), tetapi pada zaman sekarang
ulos memiliki fungsi simbolis untuk hal-hal dalam kehidupan suku Batak. Setiap
ulos memiliki makna tersendiri. Dalam pandangan suku Batak, ada tiga unsur
dalam kehidupan manusia, yaitu darah, nafas, dan panas. Darah dan nafas adalah
pemberian dari Tuhan, sedangkan panas yang diberikan matahari tidaklah cukup
untuk menghangatkan udara dingin dipemukiman suku Batak, apalagi pada saat
malam hari. Menurut suku Batak, ada tiga sumber yang dapat memberi panas kepada
manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Ulos berfungsi memberi panas yang dapat
menyehatkan tubuh.
Cara
memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya. ada orang yang memaki
ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain
sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara
ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga
sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan
dengan kondisi sosial budaya. Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang
penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan, lambang
komunikasi, dan lambang solidaritas.
Ada banyak sekali macam – macam ulos yang dibuat oleh suku Batak, yaitu :
1. Ulos Ragidup
Ulos ini merupakan ulos yang derajatnya paling tinggi. Pembuatan ulos ragidup
adalah pembuatan ulos yang sangat sulit. Disebut ulos ragidup karena terdiri
dari warna, lukisan, serta corak (ragi) yang memberi kesan meriah seolah-olah
ulos benar-benar hidup (idup). Ulos Ragidup merupakan sebuah simbol kehidupan.
Selain sebagai simbol kehidupan, ulos ini juga sebagai simbol doa restu untuk
kebahagian dalam sebuah kehidupan rumah tangga, yakni agar keluarga tersebut
memiliki banyak keturunan, banyak rejeki, dan panjang umur. Dalam upacara adat
perkawinan suku Batak, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan
kepada ibu pengantin lelaki agar si penerima ulos bisa menerima menantunya dan
dapat hidup bersama – sama.
2. Ulos Ragihotang
Ulos ini juga termasuk memiliki derajat yang tinggi, namun cara pembuatannya
tidak sesulit ulos ragidup. Ulos ini biasanya digunakan pada saat upacara
pernikahan. Ulos ini diberikan oleh orangtua mempelai perempuan kepada menantu
lelakinya atau yang biasa disebut ulos Hela. Disebut ulos ragihotang karena
memiliki makna kedua mempelai memiliki ikatan pernikahan yang kuat, yang tak mudah
dipatahkan seperti rotan (hotang).
3. Ulos Sibolang Rasta
Ulos ini juga digolongkan sebagai ulos berderajat tinggi, sekalipun cara
pembuatannya lebih sederhana. Ulos sibolang rasta biasa digunakan untuk keadaan
duka cita dan suka cita. Namun, warna hitamnya lebih banyak digunakan sebagai
perlambang kedukaan. Ulos ini diberikan kepada seorang wanita yang ditinggal
mati suaminya sebagai tanda menghormati jasanya selama menjadi istri almarhum.
Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan
dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahawa ia telah
menjadi seorang janda.
4. Ulos Maratur
Ulos ini memiliki motif garis – garis yang menggambarkan jejeran burung atau
bintang yang tersusun teratur. Sebagai perlambang sikap patuh, rukun, dan
kekeluargaan. Termasuk dalam hal kekayaan dan kekuasaan. Dan biasanya ulos ini
digunakan dengan harapan agar setelah anak pertama dalam sebuah keluarga lahir
akan menyusul kelahiran anak-anak lainnya sebanyak burung atau bintang yang
terlukis dalam ulos tersebut.
5. Ulos Abit Godang
Ulos yang memiliki harga yang cukup tinggi ini memiliki makna suatu harapan
dari orangtua agar anaknya berlimpah sukacita dan kebahagiaan. Konon, kain ini
memiliki tempat terhormat di mata masyarakat Batak – Toba.
6. Ulos Mangiring
Ulos inilah yang biasa digunakan sehari-hari. Ada pula yang digunakan sebagai
tali-tali (tutup kepala kaum pria) dan saong (tutup kepala wanita). Biasanya
ulos ini diberikan oleh orang yang dituakan kepada cucu-cucunya.
7. Ulos Lobu – lobu
Ulos ini tergolong dalam ulos yang jarang dikenal dan dimiliki. Biasanya hanya
digunakan oleh mereka yang dilanda kemalangan. Ulos ini tidak diperdagangkan.
Zaman dulu, ulos ini diberikan kepada anak perempuan yang sedang hamil supaya
proses melahirkan anak berjalan lancar, dan supaya bayi serta ibunya selamat
dan sehat.
8. Ulos Runjat
Ulos ini biasanya hanya dimiliki mereka yang memiliki status tinggi di
masyarakat. Hanya digunakan pada acara-acara khusus.
9. Ulos Ragi Pakko
Ulos ini biasanya digunakan sebagai selimut untuk menghangatkan tubuh dari
udara dingin.
Ulos ini biasanya dimiliki oleh orang yang sudah memiliki cucu anak lelaki dan
anak perempuannya. Jarang sekali orang yang memiliki ulos ini, karena memiliki
aturan yang sangat banyak.
* Masih banyak macam – macam ulos lainnya, yaitu Ulos Ragi Botik, Ulos Ragi
Angkola, Ulos Sirata, Ulos Silimatuho, Ulos Holean, Ulos Tumtuman / Edang –
edang, dsb.
Kalau kita melihat ulos dari besar – kecil biaya pembuatannya, ulos dapat
dibedakan dalam dua golongan :
1. Ulos Nabalga
Ulos ini adalah ulos kelas tertinggi. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan
dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau
diterima. Yang termasuk didalam golongan ini ialah: Sibolang, Runjat Jobit,
Ragidup, dsb.
2. Ulos Nametmet
Ulos ini ukuran panjang dan lebarnya lebih kecil dan lebih murah daripada ulos
nabalga, tidak digunakan dalam upacara adat, melainkan untuk dipakai
sehari-hari.
Dikalangan suku Batak sering terdengar kata “Mangulosi” yang artinya memberi
Ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan yang harus dipatuhi, antara lain
seseorang hanya boleh memberikan ulos/mangulosi kepada orang yang tingkat
keturunannya berada dibawahnya, misalnya orang tua boleh mangulosi anak, tetapi
anak tidak boleh mangulosi orang tua, karena dianggap pantang/tidak sopan. Lalu
seorang anak perempuan sama sekali tidak diperbolehkan memberikan
ulos/mangulosi saudara/kerabat dari ibunya. Ulos yang diberikan dalam mangulosi
tidak boleh sembarangan, baik dalam macam maupun cara membuatnya.
Pada zaman sekarang banyak orang – orang yang kurang tertarik dan tidak mau
memakai kain ulos karena merupakan sebuah kain tradisional yang bahannya kasar
dan panas. Selain itu, merupakan akibat dari perkembangan teknologi yang menghasilkan
kain – kain yang lebih modern dengan bahan yang lembut dan dapat menyerap
panas. Akibat dari kurangnya pelestarian kain ulos, ulos hampir direbut/diakui
oleh negara lain sebagai sebuah kain hasil karya milik negaranya. Jadi untuk
itu, marilah kita melestarikan kain ulos dan kebudayaan tradisional kita masing
– masing agar tidak direbut oleh negara lain.
Comments
Post a Comment