BUDAYA DAN KULINER BANYUMASAN
Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai
adat atau kebudayaan yang beragam,baik budaya kuliner,budaya pakaian,dan budaya
yg timbul dari kebiasaan masyarakat.Budaya kuliner diantaranya:mendoan,pecel,getuk
goreng dll.Budaya pakaian yaitu batik banyumasan.dan budaya yg timbul dari
kebiasaan masyarakat antara lain:Lengger,begalan,musik kenthongan,Ebeg(kuda
lumping)dll.
- BUDAYA
KULINER BANYUMASAN
Kuliner Banyumas sangat beragam dan sangat
terkenal,kuliner Banyumas muncul dari resep2 dari masyarakat Banyumas pada
zaman dulu.Di Kabupaten Banyumas kuliner ini banyak dijual dan dijadikan oleh2
khas Banyumas,diantaranya mendhoan dan getuk goreng.
A. MENDHOAN
Mendhoan, itulah nama dari tempe yang ukurannya lebih
lebar dari ukuran tempe pada umumnya. Makanan yang terbuat dari fermentasi
kedelai ini berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Cara membuatnya sama dengan
tempe biasa hanya saja ukurannya lebih lebar dan lebih tipis.
Di daerah Purwokerto,Banyumas, banyak sekali penjual makanan ini, baik yang
matang maupun yang masih mentah. Untuk yang masih mentah biasanya dikemas dalam
wadah yang terbuat dari anyaman bambu atau biasa disebut “besek”. Harga untuk
satu besek yang berisi 20 tersebut kira-kira Rp. 20.000 rupiah. Di dalam besek
tersebut sudah disertakan tepung berbumbu dan sebotol sambal kecap. Kita
tinggal mencampur tempe dengan tepung tersebut dan tidak perlu membuat bumbu
sendiri. Agar lebih nikmat, mendoan yang sudah digoreng dimakan saat hangat
dengan ditemani cabai atau sambal kecap dan secangkir kopi atau teh panas.
Di pusat oleh-oleh khas Banyumas di daerah
Sawangan,Purwokerto dan Sokaraja banyak sekali yang menjual makanan ini,di
daerah Baturaden pun tak jarang di temui penjual Mendhoan.Selama masih berada
di wilayah Banyumas,tidaklah sulit untuk menjumpai mendhoan yang benar-benar
mendhoan.
B. GETHUK
GORENG
Saya yang terlahir sebagai anak yang berasal dari kota
yang mempunyai makanan khas seperti Mendoan dan Gethuk Goreng harus
bangga.Yogyakarta boleh punya bakpia, Semarang punya lumpia, tapi Sokaraja
punya getuk goreng. Sokaraja merupakan kota kecil yang terletak sekitar 7
km timur Kota Purwokerto, kabupaten Banyumas. Kota yang masyarakatnya
menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Banyumasan atau ngapak ini memang dikenal
sebagai pusat oleh-oleh getuk goreng. Bagi anda yang pernah melewati jalur
utama selatan Jakarta-Bandung-Jogjakarta-Wonosobo anda akan menjumpai toko-toko
yang berjajar di sepanjang jalan. Salah satu kawasan yang menjadi pusat
oleh – oleh ada di disepanjang Jl. Jenderal Sudirman Sokaraja.
Biasanya saat musim liburan sekolah, tahun baru, natal
dan menjelang atau sesudah lebaran, kawasan ini ramai dipadati wisatawan yang
ingin membeli getuk goreng sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan teman. Getuk
goreng memang cocok untuk oleh-oleh karena dapat disimpan atau bertahan hingga
sepuluh hari.
Gethuk Goreng Sokaraja ini dipelopori oleh Almarhum Sanpirngad
pada tahun 1918. Gethuk Goreng ini dibuat dari singkong. Cara membuatnya
sangatlah mudah. Singkong yang gembur ( kalau dimasak akan menjadi mekar ) di
cuci dan dikukus sampai matang, lalu kemudian ditumbuk halus dengan dicampur
gula jawa, parutan kelapa, garam, dan vanili sampai rata. Setelah itu dibentuk
kecil – kecil lalu dicelupkan ke dalam adonan beras atau terigu dan ditambahkan
sedikit garam lalu digoreng dengan minyak kelapa. Gethuk yang sudah jadi akan
dibungkus di dalam pithi ( kemasan dari anyaman bambu ).
Bahan:
- 1
kg Singkong, kupas dan buang sabut tengahnya.
- 250
gr gula jawa, iris halus
- 75
gr tepung beras
- 1
sdm terigu
- Garam
- minyak
goreng
Cara membuatnya:
- Potong-potong
singkong dan rebus atau kukus hingga masak.
- Gula
jawa dengan sedikit air direbus hingga lumat dan tercampur rata.
- Panas-panas
lumatkan singkong dan beri gula sedikit demi sedikit hingga tercampur
rata.
- Ratakan
singkong di atas nampan, setebal 2 cm dan potong-potong kotak 4 x 5 cm
- Campur
tepung beras, terigu, garam, dan air secukupnya hingga menjadi adonan yang
agak kental.
- Panaskan
minyak dan celupkan getuk ke adonan terigu sebelum digoreng.
- Goreng
hingga kekuningan dan angkat.
- BUDAYA
BANYUMAS YG BERASAL DARI KEBIASAAN MASYARAKAT
Budaya Banyumasan juga diperkaya dengan masuknya gaya budaya Mataram (Yogya-Solo) dan kini mulai
disisipi pernik-pernik kontemporer. Dari
budaya Banyumasan ini lahir bentuk-bentuk kesenian tradisional yang juga
berkarakter Banyumasan seperti ebeg, lengger-calung, wayang kulit gagrak Banyumasan, gendhing
Banyumasan, begalan,musik
kenthongan dll.Beberapa kesenian/kebudayaan banyumasan ini tumbuh karena adat
istiadat/kebiasaan mayarakat banyumas pada zaman dahulu dan samapai sekarang
masih dijaga keutuhan serta kelestarianya,agar tidak hilang seiring perubahan
waktu.
A. Ebeg
Ebeg' adalah
jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari jenis kesenian
ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang, ada
juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta)
juga reog (Jawa Timur) namun di wilayah
Kecamatan Tambak (Wilayah Kabupaten Banyumas bagian selatan) lebih dikenal
dengan nama "ebleg". Tarian ini menggunakan “ebeg” yaitu anyaman
bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan diberi
kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik sebatas
lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada
kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga
gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan.
Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang berperan sebagai
penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang, 7 orang lagi
sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16 orang atau
lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan penthul-tembem
memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal, pertunjukannya
memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau
pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari
dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang
dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain
peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan
berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda
(dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan
lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik,gudril, blendrong, lung
gadung,eling-eling,(
crebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran, saat trans
(kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca (beling) atau
barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya,
dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang
menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya
dalam pertunjukan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet.
Dalam pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
B. Lengger-Calung
Kesenian tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang
di wilayah ini. Sesuai namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger
(penari) dan calung (gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan
lincah mengikuti irama calung. Diantara gerakan khas tarian lengger antara lain
gerakan geyol, gedheg dan lempar sampur.
Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya
umumnya wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap
yang berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan
pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus
berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala
disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau
selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari
mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh
gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan. Peralatan gamelan calung
terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang
semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam), sedangkan kendang atau gendang sama
seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih
dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan 7 orang anggota
terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger.
C. Wayang Kulit Gagrag
Banyumasan
Sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, masyarakat
Banyumasan juga gemar menonton pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang
kulit di wilayah Banyumas lebih cenderung mengikuti pedalangan “gagrag” atau
gaya pedalangan khas Banyumasan. Seni pedalangan gagrag Banyumasan sebenarnya
mirip gaya Yogya-Solo bercampur Kedu baik dalam hal cerita, suluk maupun
sabetannya, bahasa yang dipergunakanpun tetap mengikuti bahasa pedalangan
layaknya, hanya bahasa para punakawan diucapkan dengan bahasa Banyumasan.
Nama-nama tokoh wayang umumnya sama, hanya beberapa nama tokoh yang berbeda
seperti Bagong (Solo) menjadi Bawor atau Carub. Menurut model Yogya-Solo,
Bagong merupakan putra bungsu Ki Semar, dalam versi Banyumas menjadi anak
tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat Banyumas.
Ciri utama dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah nafas kerakyatannya yang
begitu kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika
kehidupan yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang
Kulit Gagrag Banyumasan yang terkenal saat ini antara lain Ki
Sugito Purbacarito, Ki Sugino Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.
D. Gending Banyumasan
Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai
berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri
khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan
irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain
mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang
lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda.
Isi-isi syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan
daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu
gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung
bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan
mengenal juga laras slendro dan pelog.
E. Begalan
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan
dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta
rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena
atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik
adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi
kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang
jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan
putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau
seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya
tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras
dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang bertindak sebagai pembawa
barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi bertindak sebagai
pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, ian, cething,
kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan
wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya
membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan
busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa bahasa lambang yang
diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang dibawa, contohnya ilir yaitu
kipas anyaman bambu diartikan sebagai peringatan bagi suami-isteri untuk
membedakan baik buruk. Centhing, tempat nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan
wadah yang memiliki tatanan tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya
sendiri. Kukusan adalah alat memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa
setelah berumah tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati
kebolehan atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi
dialog-dialog menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan,
barang-barang yang dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan
begalan ini tidak boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam
rangkaian panjang upacara pengantin.
F. MUSIK KENTHONGAN
Musik kenthongan di Banyumas telah lahir dan berkembang menjadi musik yang
begitu atraktif dan bergairah. Setiap grup dapat menampilkan kreativitasnya
masing-masing secara bebas, tanpa aturan-aturan baku yang mengekang
kreativitas. Kebebasan kreativitas inilah yang menjadi salah satu daya tarik
dari musik ini. Setiap grup bisa menyederhanakan atau merumitkan teknik
permainan musik sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka. Musik kenthongan
di Banyumas sebenarnya sudah dapat dijumpai pada awal dekade tahun 1970-an. Di
wilayah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas (kurang lebih 10 km di sebelah
barat Kota Purwokerto) dijumpai ada sekelompok masyarakat yang mengembangkan
kenthongan menjadi semacam perangkat musik. Caranya adalah membuat alat
kenthongan dalam jumlah banyak kemudian ditabuh bersama-sama. Pada waktu itu
ada yang mencoba memasukkan alat musik mirip dengan angklung yang cara
membunyikannya adalah dengan memukul bilah-bilah nada di dalamnya. Selanjutnya
jadilah aransemen musikal dari alat kenthongan yang dilengkapi dengan alat
musik mirip angklung.
Comments
Post a Comment