UPACARA KASADA GUNUNG BROMO Di JAWA TIMUR

Bromo mempunyai pesona alam yang sangat luar biasa, tidak akan pernah habis kekaguman kita oleh pemandangan alam yang indah. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Brahma atau seorang dewa yang utama, gunung bromo ini merupakan gunung yang masih aktif dan objek pariwisata yang sangat terkenal diwilayah jawa Timur. Gunung bromo mempunyai ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut.
Padang Savana di alam pegunungan yang sangat sejuk, kita dapat melihat rerumputan kering dan padang pasir yang sangat luas. Yang sangat menarik dan indah pada saat matahari terbit yang kita lihat dari Puncak Gunung di Pananjakan, karena kabut yang menyelimuti bawah gunung bromo membuat panorama indah dan mistik. Untuk mencapai gunung pananjakan kita dapat menyewa mobil hardtop yang banyak terdapat di penginapan. Atau jika anda ingin menikmati pemandangan secara alami dan sehat anda dapat melewati jalan setapak menuju jalan penanjakan. Tetapi sangat disarankan anda menyewa guide yang sudah sangat terbiasa akan jalan dan medan di Bromo.
Selain itu juga Suku Tengger memiliki daya tarik yang luar biasa karena mereka sangat berpegang teguh pada adat istiadat dan budaya yang menjadi pedoman hidupnya. Pada tahun 1990 suku tengger tercatat berjumlah 50 ribu yang tinggal dilereng gunung Semeru dan disekitar kaldera. Mereka sangat dihormati oleh penduduk sekitar karena mereka sangat memegang teguh budaya mereka dengan hidup jujur dan tidak iri hati. Konon Suku tengger adalah keturunan Roro Anteng(putri Raja Majapahit) dan Joko Seger (putera brahmana). Bahasa daerah yang mereka gunakan sehari hari adalah bahasa jawa kuno. Mereka tidak memiliki kasta bahasa, sangat berbeda dengan Bahasa jawa yang dipakai umumnya karena mempunyai tingkatan bahasa.
Sejak Jaman Majapahit konon wilayah yang mereka huni adalah tempat suci, karena mereka dianggap abdi – abdi kerajaan Majapahit. Sampai saat ini mereka masih menganut agama hindu. Setahun sekali masyarakat tengger mengadakan upacara yadnya Kasada. Upacara ini berlokasi disebuah pura yang berada dibawah kaki gunung bromo. Dan setelah itu dilanjutkan kepuncak gunung bromo. Upacara dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama dibulan kasodo menurut penanggalan jawa.
Tempat untuk mengadakan upacara kasada adalah Pura Luhur Poten Gunung Bromo, tidak seperti pemeluk hindu pada umumnya yang memiliki candi candi sebagai tempat ibadah. Namun poten merupakan sebidang tanah dil ahan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara kasada.
Asal usul upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu “Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari kerajaan Majapahit, permaisuri dikaruniai anak perempuan yang bernama Roro Anteng. Setelah beranjak dewasa sang Putri jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari Kasta Brahmana yang bernama Joko Seger. Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan dan semakin berkibarnya perkembangan Islam di P Jawa. Beberapa orang kepercayaan kerajaan dan sebagian keluarganya memutuskan pergi kewilayah timur. Dan sebagian besar ke kawasan pegunungan tengger, termasuk Roro Anteng dan Joko Seger. Setelah mereka menjadi penguasa diwilayah ini, mereka sangat sedih karena belum dikaruniai seorang anak. Berbagai macam cara mereka coba, sampai pada akhirnya mereka kepuncak Gunung Bromo untuk bersemedi. Akhirnya permintaan mereka dikabulkan dengan munculnya suara gaib, dengan syarat anak bungsu mereka setelah lahir harus dikorbankan kekawah gunung bromo. Setelah mereka dikaruniai 25 orang anak, tiba saatnya mereka harus mengorbankan si bungsu. Tetapi mereka tidak tega melakukannya, karena hati nurani orang tua yang tidak tega membunuh anaknya. Akhirnya sang dewa marah dan menjilat anak bungsu tersebut masuk kekawah gunung, timbul suara dari si bungsu agar orang tua mereka hidup tenang beserta saudara-saudaranya. Dan tiap tahun untuk melakukan sesaji yang dibuang ke gunung bromo. Sampai sekarang adat istiadat ini dilakukan secara turun menurun.
Untuk dapat melihat upacara kasada bromo lebih baik kita datang sebelum tengah malam, karena ramainya persiapan para dukun. Hari hari upacara kasada bromo, banyak penduduk sekitar yang berdatangan. Baik mengendarai sepeda motor atau kendaraan pribadi lainnya. Sehingga mengakibatkan jalanan kebawah menuju kaki gunung sangat macet. Dan bisa membuat Mobil dari gerbang tidak bisa turun kebawah. Jalan lain kebawah yaitu anda berjalan dengan rombongan rombongan penduduk yang menuju pura. Karena jika sendiri dipastikan akan tersesat, karena kabut yang sangat tebal dan pandangan sangat terganggu Kasada bromo juga dilakukan untuk mengangkat seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera mantera. Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan Kasada Masyarakat tengger berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesajo dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara – acara ritual, perkawinan dll. Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan cara menghafal dan lancar dalam membaca mantra-mantra.
Setelah Upacara selesai, ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah. Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar. Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Aktivitas penduduk tengger pedalaman yang berada dikawah gunung bromo dapat kita lihat dari malam sampai siang hari Kasada Bromo.
Pura Luhur Poten Gunung Bromo
Sebagai pemeluk agama Hindu Suku Tengger tidak seperti pemeluk agama Hindu pada umumnya, memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.
Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga Mandala, yaitu :
MANDALA UTAMA
Disebut juga jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan yang terdiri dari:
Padmaberfungsi sebagai bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan. Fungsi utamanya tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa, Padma tidak memakai atap yang terdiri dari bagian kaki yang disebut tepas, badan/batur dan kepala yang disebut sari dilengkapi dengan Bedawang, Nala, Garuda dan Angsa.
Bedawang Nalamelukiskan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit oleh seekor atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padmasana.
Bangunan Sekepat (tiang empat) atau yang lebih besar letaknya di bagian sisi sehadapan dengan bangunan pemujaan/padmasana, menghadap ke timur atau sesuai dengan orientasi bangunan pemujaan dan terbuka keempat sisinya. Fungsinya untuk penyajian sarana upacara atau aktivitas serangkaian upacara. Bale Pawedan serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan.
Kori Agung Candi Bentar, bentuknya mirip dengan tugu kepalanya memakai gelung mahkota segi empat atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar segi empat atau sisi banyak dengan sisi-sisi sekitar depa alit, depa madya atau depa agung. Tinggi bangunan dapat berkisar dari sebesar atau setinggi tugu sampai sekitar 100 meter memungkinkan pula dibuat lebih tinggi dengan memperhatikan keindahan proporsi candi bentar.
Untuk pintu masuk pekarangan pura dari jaba pura menuju mandala sisi/nista atau jaba tengah/mandala utama bisa berupa candi gelung atau kori agung dengan berbagai variasi hiasan. Untuk pintu masuk pekarangan pura dari jaba tengah/Mandala Madya ke jeroan Mandala Madya sesuai keindahan proporsi bentuk fungsi dan besarnya atap bertingkat-tingkat tiga sampai sebelas sesuai fungsinya. Untuk pintu masuk yang letaknya pada tembok penyengker/pembatas pekarangan pura.
MANDALA MADYA/ZONE TENGAH
Disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara terdiri dari:
Kori Agung Candi Bentar, bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya memakai gelung mahkota segi empat atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar, segi empat atau segi banyak dengan sisi-sisi sekitar satu depa alit, depa madya, depa agung.
Bale Kentongan, disebut bale kul-kul letaknya di sudut depan pekarangan pura, bentuknya susunan tepas, batur, sari dan atap penutup ruangan kul-kul/kentongan. Fungsinya untuk tempat kul-kul yang dibunyikan awal, akhir dan saat tertentu dari rangkaian upacara.
Bale Bengong, disebut juga Pewarengan suci letaknya diantara jaba tengah/mandala madya, mandala nista/jaba sisi. Bentuk bangunannya empat persegi atau memanjang deretan tiang dua-dua atau banyak luas bangunan untuk dapur. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu dipersiapkan di pura yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.
MANDALA NISTA/ZONE DEPAN
Disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar ke dalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar/bangunan penunjang lainnya. Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan atau di jabaan tengah/sisi memakai candi bentar dan pintu masuk ke jeroan utama memakai Kori Agung.
Tembok penyengker candi bentar dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya. Bangunan pura pada umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menuju ke arah timur demikian pula pemujaan dan persembahyangan menghadap ke arah timur ke arah terbitnya matahari.

Komposisi masa-masa bangunan pura berjajar antara selatan atau selatan-selatan di sisi timur menghadap ke barat dan sebagian di sisi utara menghadap selatan.

Comments

Popular posts from this blog

LAGU DAERAH GORONTALO

LAGU DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

ADAT ISTIADAT KAB.KEBUMEN